Custom Search

Monday 16 March 2009

MERAYAKAN KEMENANGAN DHARMA MELAWAN ADHARMA

Oleh : DRS. I GUSTI GEDE NAMIA

Dalam purana Bali dikatakan semasa masab Masula-Masuli dibawah pemerintahan raja Mayadanawa yang terkenal memiliki kesaktian luar biasa, sehingga atas kesaktianya yang dimilikinya membuat Mayadanawa takabur sampai-sampai menganggap dirinya Tuhan. Sebagai akibatnya rakyat Bali dilarang melakukan upacara keagamaan dan sembahyang ke Pura Besakih untuk gantinya rakyat disuruh menyembah dirnya sendiri, namun rakyat tidak menerima perlakuan raja yang semena-mena itu, akhirnya rakyat Bali melakukan perlawanan yang dibantu oleh Betara Indra dan akhirnya Mayadanawa dapat dikalahkan, semenjak itu muncul ungkapan adharma dapat dikalahkan oleh dharma yang setiap enam bulan dirayakan sebagai hari raya Galungan merupakaan hari kemenangan dharma.
Disisi lain hari raya Galungan bermakna sebagaimana disebutkan oleh lontar Sundarigamayang bunyinya seperti ini, Patitis adnana sandi galang apadang, maryakna sarwa byaparaning idep, yang artinya melakukan pemusatan pikiran menuju pada kesucian diri agar bersih dan suci serta menghilangkan semua pengaruh pikiran yang negatif yang membawa pikiran-pikiran kacau dan kotor. Oleh karena itu pada merayakan hari raya Galungan harus melakukan upacara persembahan kehadapan para Dewa dan Leluhur dengan menghaturkan Tumpeng penyaagan, wewakulan, canang raka, penek, ajuman, sedah woh, kembang pahyas, wangi-wangi pesucian, canag payasan. Upakara persembahan tersebut dipersembahkan pada pagi hari sebelum matahari condong ke barat, selanjutnya diikuti dengan persembahyangan dan mohon air suci dan bija. Pada malam harinya diharapkan untuk melaksanakan yoga semadi dengan memusatkan pikiran ditujukan kehadapan Sang Hyang Dharma.
Bila dicermati setiap kali perayaan Galungan kemeriahan sangat nampak dengan terpasangnya Penjor di penjuru pelosok desa sebagai kelengkapan Galungan, umat sejak pagi hari sudah melakukan upacara persembahan yang dilanyutkan dengan persembahyanga di tepat suci baik di Pura Kayangan dan tempat cuci keluarga seperti Pemerajan. Namun disisi lain ada pula kegiatan masyarakat diluar makna Galungan itu sendiri dengan minum-minuman keras dan pada akhirnya sampai mabuk-mabukan dan sering menimbulkan perkelahian sampai jatuh korban, disamping itu sering juga dipakai ajang kegiatan perjudian secara sembunyi-sembunyi dirmah-rumah penduduk karena belakangan pihak berwajib sedang gencar-gencarnya melakukan penertiban judi.
Dengan adanya penyimpangan makna Galungan yang dilakukan sebagian masyarakat, siapa yang harus bertanggung jawab ?. Pertanyaan sederhana itu sulit untuk ditujukan, namun kita kembalikan kepada diri sendiri sebagai umat yang menjunjung tinggi kemuliaan agama, karena agama tidak bisa kita nikmati seperti menikmati makanan yang setiap hari kita santap, akan tetapi harus dinikmati melalui rasa. Bila kita rasakan nikmat duniawi kita akan melakukan kegiatan yang dilarang agama seperti mabuk-mabukan dan berjudi, sedangkan bila kita nikmati melalui rasa rohani kita akan khusuk melakukan sembah semadi, apa bila hal ini disadari oleh seluruh umat, maka kedamain dharma yang ditanamkan melalui perayaan Galungan akan menjadi nikmati Tuhan, semoga semua orang akan kembali.

1 comments:

PoEtEr said...

Niki wawu pelajaran becik...Good2...

Post a Comment

 

  © 2009 You'll Never Walk Alone

Skinhead Indonesia Blogger Template by Edi Putrana